AL-QUR’AN
DAN HADIST
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,puji
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa kasih sayang
serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.
Makalah ini kami
susun dengan maksimal untuk memenuhi tugas matakuliah Pengantar Studi Islam. Besar harapan kami makalah ini sesuai dengan tugas yang telah diberikan
dan dapat memenuhi tugas tersebut. Kami berharap dengan hadirnya makalah ini
akan mempermudah seseorang dalam mempelajari dan memahami materi tentang sumber ajaran Islam.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah meluangkan waktunya untuk menyusun dan menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami dapat memperbaiki
makalah ini. Dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengampu,
dan dari teman-teman mahasiswa, guna memperbaiki makalah ini agar menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata kami meminta maaf apabila
terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan dalam makalah ini karena sesungguhnya
kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan datangnya dari diri
kami sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah sumber ajaran islam yang utama dalam menentukan
sumber-sumber hukum yang berlaku. Al-Qur’an adalah salah satu mukjizat besar
Nabi Muhammad SAW yang merupakan
kalamullah yang diturunkan kepadanya melalui perantara malaikat Jibril dalam
bentuk bahasa Arab, dan bernilai ibadah bagi yang membacanya dan berfungsi
sebagai sumber hukum islam yang pertama. Sedangkan Al-Hadits adalah sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an yang bersumber dari Nabi, baik yang berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketepannya.
Di era globalisasi ini telah banyak perselisihan dan ajaran-ajaran yang
menyimpang jauh dari ajaran Islam. Untuk sebab itu kita sebagai manusia wajib untuk
mengimani, membaca, menelaah, menghayati dan menjadikan Al-Qura’an dan Hadits
sebagai sumber ajaran yang utama serta mengamalkan ajarannya secara keseluruhan
dalam kehidupan sehari-hari, serta mendakwahkannya. Agar dalam kehidupan kita
tidak terjadi perselisihan tanpa ujung.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah:
1.
Apa pengertian dari Al-Qur’an dan Hadist?
2.
Apa saja nama lain dari Al-Qur’an?
3.
Apa kehujjahan dan fungsi dari Al-Qur’an?
4.
Sebagai sumber ajaran seperti apa Al-Qur’an
tersebut?
5.
Apa saja bentuk dan unsur dari Hadist?
6.
Sebagai sumber hukum yang kedua seperti apa
hadis itu ?
C.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari makalah ini
adalah:
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Studi Islam.
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan seputar Al-Qur’an dan Hadist.
3. Untuk memahami sumber ajaran yang tedapat dalam Al-Qur’an dan Hadist.
4. Memberi motivasi agar dalam kehidupan sehari-hari berpegang teguh pada
sumber ajaran Al-Qur’an dan Hadist.
BAB II
AL-QUR’AN
A. PENGERTIAN AL-QUR’AN
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata
“qara’a, yaqra’u, qira’atan, atau qur’anan” yang berarti mengumpulkan (al-jam’u)
dan menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian
kebagian lain secara teratur. Dikatakan Al-Qur’an karena ia berisi inti sari
semua kitabullah dan inti sari dari ilmu pengetahuan.
Dikalangan para ulama ada perbedaan pendapat mengenai pengertian Al-Qur’an
diantaranya:
a. Al-Syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah nama khusus untuk kitab suci
yang di turunkan kepada Nabi Muhammad, sebagaimana Injil dan Taurat.
b. Al-Asy’ari berpendapat, bahwa Al-Qur’an tidak memakai hamzah dan diambil
dari kata qarana (menggabungkan), karena surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an
dihimpun dan digabungkan dalam satu musaf.
c. Al-Zajjaj berpendapat, lafadz Al-Qur’an itu berhamzah mengikuti wazan
fu’lan dan diambil dari kata al-qar’u (menghimpun), karena Al-Qur’an menghimpun
inti sari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci sebelumnya.
d. Al-lihyani berpendapat, lafadz Al-Qur’an ditulis dengan huruf hamzah
ditengahnya berdasarkan pola kata gufran dan merupakan pecahan (musytaq) dari
akar kata qa ra a yang bermakna tala (membaca). Lafadz Al-Qur’an digunakan
untuk menamai sesuatu yang dibaca, yakni objek, dalam bentuk mashdar.
e. Al-Farra berpendapat, lafadz Al-Qur’an adalah pecahan (musytaq) dari kata
qara’in (kata jamak dari qarinah) yang berarti kaitan, karena ayat-ayat
Al-Qur’an satu sama lain saling berkaitan sehingga membentuk makna yang utuh.
Sedang pengertian Al-Qur’an secara terminologi
menurut beberapa ulama didefinisikan sebagai berikut:
a. Muhammad Salim Muhsin, (Tarikh Al-Qur’an al Karim) menyatakan bahawa,
Al-Qur’an adalah firman Allah yang dirunkan kepada nabi Muhammad SAW yang
tertuliskan dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita dengan jalan
mutawatir dan membaca dipandang sebagai
ibadah serta sebagai penentang (bagi yang tidak percaya).
b. Abdul Wahab Khalaf mendefinisakan Al-Qur'an adalah mushaf yang dimulai dari
surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas, yang diriwayatkan kepada kita
melalui jalan mutawatir.
c. Muhammad Abdul mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kalam mulia yang diturunkan
kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad SAW), yang mancakup keseluruhan ilmu
pengetahuan.
d. Safi’ Hasan Abu Thalib menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang
diturunkan dalam bahasa arab dan maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
e. Zakaria al-Birri, Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT, yang diturunkan Kepada
Rasul-Nya Muhammad SAW dengan lafal Bahasa Arab dinukil secara mutawatir dan
tertulis pada lembaran-lembara mushaf.
f. Al-Ghazali dalam kitabnya menjelaskan bahwa Al-Qur’an yaitu merupakan
firman Allah SWT.
Berdasarkan beberapa definisi diatas kita
dapat menarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril dalam bentuk bahasa
Arab, dan bernilai ibadah bagi yang membacanya serta berdosa bagi yang tidak
mempercayainya.
B. NAMA LAIN AL-QUR’AN
Al-Qur’an sendiri mempunyai banyak nama. Menurut Abul Ma’ali Syaizalah, ada
55 nama lain dari Al-Qur’an, menurut Abu Hasan al-Haraly ada 90 nama lain dari
Al-Qur’an, dan menurut Al-Fairuz Abadi ada sekitar 100 nama lain dari
Al-Qur’an, diantaranya yaitu; al-Mubin (Yang Menerangkan), al-Karim (yang
mulia), an-Nur (cahaya), al-Huda (petunjuk), asy-Syifa’ (obat), al-Mubarak
(yang diberkahi), al-Hakim (kebijaksanaan), al-Furqan (pembeda), al-Kitab
al-Dzikir (pengingat), dan lain-lain.
Diantara sekian banyak nama, yang paling terkenal yaitu:
1. al-Kitab
Dalam QS. al-Baqarah [2]:2 YANG Artinya:
"Kitab[1] (Al
Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[2]"
[1] Tuhan menamakan Al Quran dengan
Al Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran
diperintahkan untuk ditulis.
[2] Takwa yaitu memelihara diri dari
siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi
segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Dalam QS. al-Araf [7]:2 yang artinya:
" Ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan
kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu
memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran
bagi orang-orang yang beriman."
2. al-Qur’an
Dalam QS. al-Baqarah [2]: 185; yang artinya:
"(beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
QS. al-Hijr [15]: 87) yang artinya:
"Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepadamu
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang[3] dan Al Quran yang agung."
[3] Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
ialah surat Al-Faatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir
mengatakan tujuh surat-surat yang panjang yaitu Al-Baqarah, Ali Imran,
Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.
3. al-Furqan
Dalam QS. Ali Imran [3]: 4; yang artinya:
"Sebelum
(Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan dia menurunkan Al Furqaan[4].
Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh
siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa)"
[4] Al Furqaan
ialah Kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah.
QS. al-Furqan [25]: 1 yang artinya:
"Maha
Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (Maksudnya jin dan manusia)."
4. azd-Dzikr (al-Hijr [15]: 9) yang artinya:
"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya[5]."
[5]
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Quran
selama-lamanya.
C. KEHUJJAHAN AL-QUR’AN
Abdul Wahab Khallaf menjelaskan bahwa kehujjahan
Al-Qur’an terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak
ada keraguan atasnya. Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung dalam
Al-Qur’an merupakan aturan-atuuran yang wajib diikuti. Sementara M. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa Al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan bukti kebenaran Nabi
Muhammad SAW sebagai utusan, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk
bagi seluruh umat manusia.
Sebagai sumber ajaran Islam yang utama Al-Qur’an diyakini
berasal dari Allah dan mutlak benar. Kebenaran Al-Qur’an sangat dibutuhkan
manusia sebagai penguat pendapat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi
terhadap hal-hal yang tidak diketahui oleh akal. Dengan demikian jelas bahwa
kehujjahan Al-Qur’an sebagai wahyu tidak seorangpun mampu membantahnya
dikarenakan semua kandungan isinya tak satupun bertentangan dengan akal
manusia.
D. FUNGSI AL-QUR’AN
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
disampaikan kepada umat manusia, sudah
tentunya memiliki sekian banyak fungsi, diantara fungsi Al-Qur’an antara
lain:
1.
Bukti kerasulan
Muhammad dan kebenaran ajarannya.
2.
Petunjuk akidah
dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan yang harus dianut oleh
manusia.
3.
Petunjuk
mengenai akhlak yang murni dengan menerangkan norma-norma keagamaan yang harus
diikuti manusia dalam kehidupannya.
4.
Petunjuk
syariat dan hukum dengan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan manusia.
Dengan kata lain Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia kejalan yang harus
ditempuh demi kebahagian di dunia dan akhirat. Selain itu berfungsi juga
sebagai hakim dalam menetukan keputusan terakhir dalam perselisihan.
E. AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Agama memiliki berbagai aspek diantaranya
yaitu; aspek teologi, ibadat, moral, mistisisme, filsafat, sejarah, kebudayaan,
dan sebagainya. Semua aspek ini melahirkan berbagai ilmu-ilmu keislaman. Semua
ilmu tersebut bersumber pada Al-Qur’an, hal ini akan dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Ilmu Tauhid
Ilmu yang membicarakan tentang Ketuhanan
(Allah), mengenai sifat-sifat yang pasti ada, sifat-sifat yang mustahil, dan
sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan membicarakan tentang Rasul-Rasul
Allah, sifat yang wajib, mustahil, dan jaiz padanya.
b. Ilmu Hukum
Hukum Islam didfinisikan sebagai ilmu yang membahas
tentang hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah praktis, diambil dari
dalil-dalil yang terperinci. Dalil-dalil yang dimaksud bersumber pada
Al-Qur’an.
Seluruh mazhab dalam Islam sepakat bahwa Al-Qur’an adalah
sumber hukum yang paling utama dalam berhujjah dari sumber-sumber hukum yang
ada. Safi’ Hasan Abi Thalib menegaskan bahwa:
Al-Qur’an
dipandang sebagai sumber utama bagi hukum-hukum syari’at. Adapun sumber-sumber
lainnya adalah sumber yang menyertai dan bahkan cabang dari Al-Qur’an. Dari
sisi sini, jelas bahwa Al-Qur’an menempati posisi utama dalam berargumentasi,
tidak boleh pindah kepada yang lain kecuali apabila tidak ditemukan didalamnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum
utama dalam ajaran Islam. Adapun sumber-sumber lainnya merupakan pelengkap dan
cabangnya, yang pada dasarnya akan kembali kepada Al-Qur’an. Al-Ghazali mengatakan, pada hakikatnya sumber
hukum itu satu, yaitu firman Allah SWT.
Dari uraian diatas jelas bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah, yang menjadi
sumber utama dalam melakukan istinbath hukum.
c. Ilmu Filsafat Islam
Ilmu yang mebicarakan sesuatu yang ada untuk dicari hakikat atau dasar
sertapriinsip-prinsipnya, secara sistematik, radikal, dan universal. Filsafat
ditandai dengan pengunaan akal atau rasio secara benar dan sehat. Didalam Al-Qur’an
banyak ayat yang menyuruh manusia supaya menggunakan akal atau rasio. Oleh
karena itu berfilsafat sekurang-kurangnya dengan sunnat.
BAB III
AL-HADIST
A.
PENGERTIAN HADIS
Secara
etimologi hadist memiliki beberapa arti,yaitu:1) jadid (sesuatu yang
baru) lawan dari kata al-qadim (sesuatu yang lama). Seperti perkataan حديث العهد في الاسلام هو artinya
dia baru masuk islam.2) qarib’’dekat’’ yaitu tidak lama lagi
terjadi. Sedangkan lawannya adalah ba’id ‘’jauh’’. 3) khabar
‘’berita’’ yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan
dari seorang ke orang lain (‘Ajjaj al-Khatib, 1971).
Sedang menurut terminology
hadist menurut ahli adalah :
Ahli Hadist :
اقوال النبي صلي الله عليه و سلم و افعاله و احواله و قال الاخر: كل
ما اثر عن النبي صلي الله عليه و سلم من قول
او فعل او اقرار
Seluruh perkataan, perbuatan, dan
hal ihwal (segala sesuatu
yang diriwayatkan dari nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaan) tentang Nabi Muhammad SAW. Sedang
menurut yang lainnya adalah segala sesuatuu yang bersumber dari Nabi, baik
yang berupa perkataan, perbuatan, maupun
ketepannya.
Menurut rumusan lain, hadist
adalah :
م اضيف الى النبي صلي الله عليه و سلم قول او فعل او تقريرا او صفة
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbua tan, taqrir, atau
sifat beliau.
Ahli Ushul :
اقاواله و اقعاله و تقريراهالتي تثبت الاحكام و تقررها
Seluruh
perkataan, perbuatan, dan
tarir Nabi SAW yang berkatan denngan hukum syara’ dan ketetapannya.
B.
BENTUK-BENTUK DAN UNSUR-UNSUR HADIS
1.
Bentuk-Bentuk Hadis
a.
Hadis Qauli
Hadis
Qauli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa ucapan yang
membuat beberapa maksud syara’, peristiwa
dan keadaan baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlaq
maupun yang lainnya. Contoh hadist
qauli diantaranya yaitu hadist tentang bacaan al-Fatihah
dalam shalat:
حدثنا علي بن عبدالله قال
حدثنا سفيان قال حدثناالزهري عن محممود بن الربيع عن عبادة بن الصامت ان رسللله
النبي صلي الله عليه و سلم قال"لا صلاة لمن لم يقرء بفاتحة الكتاب"
“Tidak sah
shalat seseorang yang tidak membaca umul Qur’an al Fatihah”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
b.
Hadist Fi’li
Hadist Fi’li adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perbuatannya sampai kepada kita. Seperti
hadist tentang shalat :
صلوا كما رايموني اصلي
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat shalatku” (H.R. Bukhari dan Muslim)
c.
Hadist Taqriri
Hadist Taqriri
adalah segala hadist yang berisi ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap apa yang datang dari sahabat. Nabi membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik pelaku maupun perbuatannya. Contohnya
adalah sikap nabi membiarkan para sahabat melakukan perintahnya yakni hadist:
لا يصلين احـد العص الا في بني قـريظة
“Janganlah engkau shalat ‘Asar kecuali nanti di Bani Quraidlah” H.R. Bukhari dan Muslim)
Sebagian sahabat memahami larangan
tersebut,sehingga mereka tidak melaksanakan shalat pada waktunya.Sedang
sebagian yang lain memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju
Bani Quraidlah dan jangan santai dalam peperangan,sehingga dapat shalat pada
waktunya.Sikap para sahabat ini dibiarkan oleh nabi tanpa ada yang disalahkan
atau diingkarkan.
d.
Hadist Hammi
Yang dimaksud hadist hammi adalah hadist yang berupa hasrat Nabi
yang belum terealisasikan, seperti
halnya hasrat puasa 9’Asyura. Dalam riwayat ibnu Abbas, disebutkan sebagai berikut :
“Ya Rasulullah,hari ini adalah hari yang diagungkan oleh
orang-orang Yahudi dan Nasrani.Rasulullah bersabda,tahun yang akan dating insya
Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”
Belum sampai Nabi berpuasa, beliau
wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura.
e.
Hadist Ahwali
Yang dimaksud hadist ahwali
adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi, yang
menyangkut hal fisik Nabi, sifat-sifat
dan kepribadian beliau. Seperti yang dikatakan al Bar’ai dalam
riwayat bukhari :
“Rasul saw adalah manusia yang sebaik-baik
rupadan tubuh.Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek”
2.
Unsur-unsur Hadist
a.
Sanad
Sanad
menurut bahasa adalah sandaran, atau
segala sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan
demikian, karena hadist
bersandar kepadanya. Menurut istilah,terdapat
perbedaan rumusan pengertian. Al-Badru
bin jama’ah dan at-Tiby mengatakan sanad adalah:
الإخبـــا رعـن طـــريق المتـــن
“Berita tentang jalan matan”.(as-Suyuthi:4)
Mahmud at-Than
mendefinisikan:
سلســلة الرّجــال الموصـلة للمتـن
“Silsilah orang-orang (yang meriwayatkan hadist),yang menyampaikan
kepada matan
hadist”.
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib memberikan definisi:
ساسـلة
الـرّواة الّـذين نقلـواالمتن عــن مصــدره الأوّل
“Silsilah para perawi yang menukilkan hadist dari sumber yang
pertama”
b.
Matan
Kata
matan atau al-matn menurut bahasa
berarti irtafa’a min al-ardi (tanah yang meninggi), ada yang mengartikan kekerasan, kekuatan, kesangatan. Sedang menurut
istilah menurut Mahmud Thahhan:
ماينتهي اليه السّند من الكلم
“Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad”
Muhammad ‘Ajjaj
al-Khatib:
الفـاظ الحـديث التـي تتقـوم بهــا معانيـه
“lafadz-lafadz hadist yang
didalamnya mengandung makna-makna tertentu”
Dari
pengertian diatas dapat ditarik pemahaman bahwa matan adalah pembicaraan(kalam)
atau materi berita yang dengannya diperoleh
sanad terakhir,baik pembicaraan itu sabda Rasulullah,sahabat atau
tabi’in,baik isi pembicaraan itu tentang Nabi SAW,maupun pebuatan sahabat yang
tidak disanggah oleh nabi.
c.
Rawi
Kata
rawi atau ar-rawi berarti orang yang
meriwayatkan atau memberitakan hadist (naqi al-hadist). Orang
yang menyampaikan atau menulis dalam suatu kitab, apa-apa
yang pernah didengar dan diterima dari seseorang (gurunya)
.
Untuk
lebih jelas dapat membedakan antara sanad, rawi dan matan, sebagaimana yang
diuraikan di atas, ada baiknya melihat contoh hadist dibawah ini:
حـدّثـنا محمّـد بـن معمـر بـن ربعـىّ القيسـيّ
حــدّثـنا أبوهشام المخزومىّ عـن عـبد الواحد - ووهو ابنزياد - حــدثـنا عـثمــان
بن حكيم حدّثـنا محمّد بن المنكـدرعـن حمران عـن عـثمان بن عـفّان قال قـال رسـول
الله عليه وسلم-من توضّـأ فأحسن الوضوء خـرجـت خطايـاه مـن جسـده حتـى تخرج من
تحــت أظقــاره.
“Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Ma’mur bin Rabi”i al Qaisi, katanya: telah
menceritakan kepadaku Abu Hisyam al Muhzumi dari Abu al Wahid, yaitu ibn Ziyad,
katanya: Telah menceritakan kepadaku Ustman bin Hakim, katanya:Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin al Munkadir, dari Amran, dari Ustman bin
Affan ra, ia berkata: Barang siapa yang berwudu dengan sempurna (sebaik-baiknya
wudhu) keluarlah dosa-dosanya dari seluruh badannya bahkan dari bawah kukunya”
(H.R. Muslim)
Dari Muhammad bin Ma’mar bin Rib’i al-Qaisi sampai dengan
Ustman bin Affan ra. Adalah sanad dari hadist tersebut. Mulai dari kata man
tawadda’a sampai dengan kata tahta azfarih, adalah mattannya. Sedang
Imam Muslim yang dicatat diujung hadist adalah perawinya, yang disebut juga mudawin.
C.
PEMBAGIAN HADIST
1.
Hadist ditinjau dali kuantitas perawi
a.
Hadist Mutawatir
Arti
mutawatir dalam bahasa berarti al-mutatabi berarti, yang datang kemudian, beriring-iringan,
atau beruntu. Secara istilah ada beberapa redaksi, yaitu:
“Hadist yang diriwayatkan
oleh sejumlah orang banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk
berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal sanad sampai akhir”.
“Hadis yang
diriwayatkan dari sejumlah orang banyak dari sejumlah orang banyak pula yang
mustahilmenurut tradisi mereka sepakat bohong”.
Dari berbagai
pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa hadis mutawatir adalah berita hadist
yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh banyak
orang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal menghukumi mustahil
menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal itu berpijak untuk berbohong.
Hadis mutawatir dibagi menjadi tiga jenis, yakni: 1). Mutawatir
lafdzi (hadist yang mutawatir lafadz dan maknanya), 2). Mutawatir ma’nawi
(hadist yang berbeda lafadz dan maknanya, tetapi kembali pada satu makna yang
umum), 3). Mutawatir ‘amali (hadist yang merupakan perbuatan dan pengamalan
syari’at Islamiyah yang dilakukan oleh nabi secara praktis dan terbuka kemudian
disaksikan dan diikuti para sahabat).
b.
Hadist Ahad
Kata
ahad bentuk plural dari ahad dengan makna wahid=satu, tunggal
atau esa. Hadis wahid
berarti Hadis yang diriwayatkan seorang perawi. Sedangkan
secara istilah hadist ahad adalah hadist yang tidak memenuhi beberapa
persyaratan hadist mutawatir.
Hadis Ahad
dibagi menjadi tiga, yakni: 1).hadis
masyhur, 2).hadis
‘aziz, 3).hadis
ghorib.
2.
Hadist ditinjau dari kualitas sanad dan matan
a.
Hadist Shahih
Hadis
shahih adalah hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan
oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat
dari kejanggalan (syadzdz), dan
kecacatan (‘illat).
b.
Hadist Hasan
Hadis
ahad yakni hadis yang diriwayatkan oleh
orang adil, kurang sedikit ke-dhabit-annya, bersambung
sanadnya, tidak ada
keganjilan (syadzdz), dan
tidak ada ‘illat.
c.
Hadist Dha’if
Hadis dha’if yaitu hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua
persyaratan hadis hasan atau shahih, baik
sanad-nya, keadaan
perawinya, syadzdz ataupun; illat
dalam sanad dan matan-nya.
D.
HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
Kedudukan sunnah sebagai sumber
hukum. Para ulama juga
telah berkonsensus dasar hukum islam adalah Al-Qur’an dan sunnah. Dari segi
urutan tingkatan dasar islam ini sunnah menjadi sumber hukum (tasyri’iyyah)
kedua atau setelah Al-Qur’an. Hal
ini dapat dimaklumi karena beberapa alas an sebagai berikut :
a.
Fungsi sunnah sebagai penjelas isi Al-Qur’an.
Sunnah
berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Qur’an.Teks Al-Qur’an
sebagai pokok asal, sedang sunnah
sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan
demikian segala uraian sunnah bersumber dari Al-Quran. Al-Qur’an
mengandung segala permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik
menyangut masalah duniawi maupun ukrowi. sebagaimana
firman Allah dalam Surah An-Na’am (6):38 yang artinya:
"Tidak
ada sesuatu yang Kami tinggalkan dalam Al-Kitab."
Keterangan Al-Qur’an
sangat sempurna, tetapi
penjelasannya secara global, maka
perlu diterangkan secara rinci dari sunnah.
b.
Mayoritas sunnah relatif kebenarannya (zhanni ats-tsubut).
Seluruh umat Islam juga telah
berkonsensunbahwa Al-Qur’an seluruhnya diriwayatkan secara mutawatir
(para periwayat secara kolektif dalam segala tingkatan). Maka ia memberi faedah absolute kebenarannya (qath’ i
atstubut) dari Nabi, kemudian diantaranya ada yang member petunjuk makna
secara tegas dan pasti (qath’i ad-dilalah) dan secara relative petunjuknya (dzanni
ad-dilalah). Sedangkan sunnah, diantaranya ada yang mutawatir yang
memberikn faedah qath’iats-tsabut, dan diantaranya bahkan yang mayoritas ahad (periwayatnya
secara individual) memberikan faedah relative kebenarannya (zhanni
ats-tsubut) bahwa ia dari nabi walaupun secara umum dapat dikatakan
qat’iats-tsubut.Keduanya memberikan dua faedah qat’i dan zhanni ad-dilalah.Tentunya
tingkat sunnah yang sebagian besar memberikan faedah zhanni ats-tsabut dengan
dua petunjuk tersebut,jatuh nomor dua setelah Al-Qur’an yang berfaedah qath’i
ats-tsabut demgan dua petunjuk pula.
Sunnah sebagai sumber hukum Islam
kedua, yakni setelah
Al-Qur’an selalu
berintegrasi dengan Al-Qur’an. Beragama tidak mungkin bisa sempurna tanpa sunnah, sebagaimana syari’ah
tidak mungkin sempurna jika tidak didasarkan pada sunnah. Para sahabat menerima
langsung penjelasan Nabi tentang syari’ah yang terkandang dalam Al-Qur’an baik
berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan beliau yang disebut dengan sunnah
itu. Demikian umat islam setelahnya, tidak mungkin dapat memahami hakikat Al-Qur’an, kecuali
harus kembali kepada sunnah. Oleh karena itu umat islam dulu dan sekarang
sepakat (kecuali kelompok minoritas) bahwa sunnah Rosul baik berupa perkataan, perbuatan,
dan pengakuannya sebagai salah satu sumber hukum Islam dan seseorang tidak
dapat memisahkan sunnah umtuk mengetahui halal dan haram.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
Al-Qur’an adalah sumber ajaran yang paling utama
dalam ajaran Islam dari sumber-sumber ajaran yang ada. Adapun sumber-sumber
ajaran yang ada merupakan pelengkap dan cabangnya, yang pada dasarnya akan
kembali kepada Al-Qur’an. Sedang Al-Hadits merupakan sumber ajaran kedua
setelah Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas terhadap isi yang terkandung
dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Khois, Nur. 2008. Pengantar Studi Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Yogyakarta: Teras.
Khon, Abdul Majid. 2010. Ulummul Hadist. Jakarta:
Amzah.
Muhamim. 2007. Kawasan dan Wawasan Studi
Islam. Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin. 1993. Al-Qur-an dan Hadits (Dirasah
Islamiyah I). Jakarata Utara: PT RajaGrafindo Persada.
0 komentar:
Posting Komentar